Pelajaran Berharga Bagi Si Pemalas
Blog Iman Prabawa - Cerita ini berasal dari dongeng suku Indian Algonquin, dan tulisan ini saya ambil dari majalah Media Kawasan.
Dahulu kala, di sebuah hutan, hiduplah seekor kelinci bernama Ableegumooch. Ini adalah kisah ketika ia menjadi hewan pemalas yang membuat hidupnya dan neneknya susah. Bisakah Ableegumooch berubah?
Sebenarnya, Ableegumooch adalah seekor kelinci yang baik dan ramah. Dia suka bergaul dengan makhluk-makhluk hutan yang lain. Sayangnya, ia sangat malas bekerja. Ketika hwan lain sibuk mengumpulkan makanan, si kelinci hanya bermain-main. Neneknya sudah berulang kali mengingatkan agar Ableegumooch mencari makan, kalau tidak mereka akan kelaparan. Tapi, si kelinci lebih suka bersantai.
Berita ini sampai ke telinga Glooscap, pelindung hutan dan makhluk-makhluk di dalamnya. Glooscap memutuskan bahwa ia harus memberi peringatan terhadap si kelinci. Dari tempatnya yang sunyi dan terpencil, Glooscap naik ke atas kano dan mengayuhnya mengarungi Teluk Fundy untuk mencapai hutan.
Setibanya di dalam hutan, Glooscap menanti kedatangan Ableegumooch. Ketika itu musim semi yang sangat cerah. Waktu yang tepat untuk mencari makanan. Itu pula yang seharusnya sedang dilakukan si kelinci, seandainya saja dia tidak terlalu malas.
Tak lama, dari dalam hutan terdengar nyanyian Ableegumooch. Itu adalah lagu favorit yang selalu ia nyanyikan sepanjang hari. Lagunya seperti ini :
"Oh, hari yang indah untuk bermalas-malasan, aku akan tertidur pula, lalu bangun dan makan talas, sampai merasa puas lelas, sungguh hari yang indah untuk bermalas-malasan!"
Sambil bernyanyi, Ableegumooch melompat-lompat riang, menoleh ke kanan dan ke kiri. Dilihatnya hewan-hewan lain sibuk memburu makanan yang menyimpan persediaan. Ia melihat Miko, si tupai, dengan pipi yang menggelembung karena penuh berisi kacang, Mechichamooech, si lebah, sibuk mengumpulkan madu, dan Teetees, si burung hutan, asyik menggali-gali tanah untuk mencari cacing.
Tapi, melihat teman-temannya sedang giat mencari makan, Ableegumooch tidak tergerak untuk mengikuti. Si kelinci hanya menggelengkan kepala dan tertawa. "Mereka tidak tahu caranya bersenang-senang," katanya.
Saat itulah, Ableegumooch tiba-tiba mendengar sebuah suara yang berwibawa. Suara itu mengatakan, "Berhati-hatilah, Ableegumooch, atau engkau akan mendapat kemalangan." Si kelinci segera berbalik, tapi dia tidak melihat siapa-siapa. Lantas, suara itu terdenar lagi, kali ini dari atas kepalanya. "Kemalasanmu akan membawa kesusahan bagimu dan nenek yang engkau sayangi."
Ketika itu tidak ada angin, tapi Ableegumooch melihat dahan-dahan pohon di dekatnya bergoyang pelan. Ia pun segera berlari pulang dengan ketakutan. Setibanya di rumah, Ableegumooch bercerita pada neneknya tentang apa yang baru saja ia alami.
Sang nenek segera paham. "Cucuku, yang kau dengar tadi adalah suara Glooscap, pelindung kita," kata nenek. "Sebaiknya engkau mematuhi peringatannya."
Karena takut, Ableegumooch dengan cepat berjanji tidak akan malas lagi. Hari itu juga, ia pergi mengumpulkan bahan makanan dari hutan. Liang yang ia tempati bersama neneknya pun kini penuh persediaan makanan. Neneknya merasa sangat senang.
Beberapa minggu berlalu, dan apa yang terjadi? Ableegumooch merasa malas kembali! Ia enggan mencari makan untuk dirinya dan sang nenek, dan lebih suka tidur-tiduran sambil melantunkan lagu favoritnya.
Sang nenek memohon pada Ableegumooch untuk berburu makanan, tapi kelinci kecil itu tidak mau mendengarkan. Musim dingin tiba dan salju turun dimana-mana, membuat persediaan makanan semakin sedikit.
Suatu hari, Ableegumooch memutuskan untuk mengunjungi kawannya, Keoonik, si berang-berang. Pucuk dicinta ulam tiba. Keeonik ternyata hendak mencari makanan. Ia pun mengajak Ableegumooch untuk ikut.
Sang kelinci merasa penasaran dengan apa yang dilakukan berang-berang saat berburu, melompat-lompat ke tepi sungai. Ia melihat Keoonik meluncu di batang pohon dan masuk ke dalam sungai. Beberapa saat kemudian, Keeonik muncul di permukaan dengan beberapa ekor belut di mulutnya.
Keeonik membagi belutnya pada Ableegumooch, yang membawanya pulang untuk neneknya untuk dimasak. Mereka lantas makan bersama-sama. Ableegumooch berpikir, betapa enak menjadi berang-berang. Cari makannya gampang. Tinggal masuk ke dalam sungai, dan belut akan menghampiri.
Maka si kelinci memberitahu neneknya bahwa hari itu ia akan pergi ke sungai. Tentu saja sang nenek tidak setuju, tapi kelinci muda itu tak peduli. "Santai saja nek. Aku akan membawakan belut sebentar lagi," ujarnya.
Ableegumooch pergi ke tepi sungai dan mendekati batang pohon yang kemarin dipakai sang berang-berang. Ia naik ke atasnya dan mulai mencoba merosot. Namun, bulu-bulunya yang kasar, berbeda dengan bulu berang-berang, membuatnya kesulitan meluncur.
Setelah bersusah payah, Ableegumooch berhasil masuk ke air. Rasa dingin langsung menyergap tubuhnya. Si kelinci baru teringat bahwa ia tidak bisa berenang!
"To-tolong!" serunya, menggapai-gapai. Keoonik, yang mendengar jeritan Ableegumooch, berlari mendekat. Ia melihat nenek kelinci berdiri di tepi sungai.
"Ada apa nek?" tanya Keeonik. "Ableegumooch mengira kamu mencari makan tanpa upaya, maka dia mau menirumu," kata nenek kelinci tersebut. "Tolong bantu dia yaa..".
Sang berang-berang pun terjun ke sungai untuk menolong si kelinci keluar dari air. Malam itu, Ableegumooch terpaksa kelaparan dan kedinginan.
Apakah ia kapot? Ternyata tidak! Keesokan harinya, Ableegumooch mengunjungi Antawaas, si burung pelatuk. Ia mengawasi ketika sang pelatuk memanjat pohon, lantas mematukkan kepalanya ke batang pohon.
Tak lama, dari dalam pohon, Antawaas mengeluarkan banyak searngga yang menjadi makanannya. Ia membaginya dengan Ableegumooch, yang membawanya pulang dengan riang. Nenek kelinci memasaknya dan mereka makan bersama.
Esok paginya, Ableegumooch ingin meniru si burung pelatuk. Ia memasang ranting pohon yang runcing ke kepalanya, sehingga ia kini punya paruh. Kemudian, ia memanjat pohon dan mulai mematuk kepalanya ke pohon itu. Namun, ternyata kepalanya jadi pusing dan dia jatuh ke tanah.
Nenek Ableegumooch menggelengkan kepala dan berkata kepada si burung pelatuk yang ikut menyaksikan kejadian itu. "Ternyata ia juga mengira kamu mencari makan tanpa upaya, maka dia mau menirumu."
Mungkin, setelah kejadian itu, kalian kira Ableegumooch akhirnya kapok. Tapi, ternyata belum. Esoknya, si kelinci kembali berjalan-jalan di hutan. Kali ini, ia berkunjung ke pondok tempat tinggal Mooin, si beruang. Di dalam, Ableegumooch memperhatikan Mooin memotong bongkahan dari telapak kakinya, lantas mengirisnya kecil-kecil dan merebusnya di dalam panci.
Si kelinci nyaris tak percaya melihatnya. Cara beruang mendapatkan makanan ternyata lebih mudah lagi! Rasanya lezat pula! Hmm, Ablegumooch berpikir, besok aku akan melakukan hal yang sama.
Maka, esok paginya, si kelinci meminta neneknya menyiapkan api untuk memasak, kemudian ia mengambil pisau. Satu hal yang tidak diketahui si kelinci, bahwa beruang tersebut bukan memotong bagian kakinya sendiri, melainkan mencungkil buah berry yang telah dikumpulkan sebelumnya dan disimpan di dalam cakar-cakarnya sampai kering.
Tentu saja, karena Ableegumoch tidak tahu, ia mulai mengiris cakar kakinya sendiri. Tak lama, terdengar jerit pilu kesakitan si kelinci.
Sang nenek hanya bisa menggelengkan kepala. "Ternyata kamu masih berpikir hewan lain mencari makan tanpa upaya, dan mau meniru mereka. Kapan kamu akan sadar Ableegumooch?"
Kelinci tersebut masih mengaduh kesakitan. Pada saat itu, ia teringat kata-kata bijak dari Glooscap. Ia pun malu dengan perbuatannya. Seharusnya, ia mencari makan dengan usahanya sendiri.
Sejak itu, Ableegumooch bertobat dan berubah menjadi hewan yang rajin. Ia menanam sayur-sayuran untuk dimasak oleh sang nenek. Mereka pun bisa makan enak setiap hari.
Baca juga :
0 Response to "Pelajaran Berharga Bagi Si Pemalas"
Post a Comment