Seni Di Dalam Mengajar
Blog Iman Prabawa - Sudah cukup lama juga saya tidak ngeblog, nah sekarang karena kemarin saya baru saja nonton videonya Mike Johnston yang dia berbicara di salah satu event TEDx, ini saya embedkan saja ya videonya di bawah ini,
Hal yang disampaikan oleh Mike Johnston di video tersebut menurut saya sangat bagus, dan karena saya juga berada di dunia pengajaran juga seperti dia, maka saya bisa nyambung sekali dengan apa yang dia bicarakan di video tersebut.
Atau begitu juga kalau kita melihat seorang anak umur 9 tahun yang bisa memainkan drum dengan luar biasa baik sekali seperti seorang master drummer, maka kita akan langsung mengecap bahwa anak tersebut berbakat.
Tapi kita tidak pernah mengecap seorang anak berbakat di dalam mengajar ketika anak tersebut di kelas, sanggup untuk menjelaskan ke anak-anak lain dengan cara yang mudah untuk dimengerti ketika anak-anak di kelas pada tidak mengerti dengan apa yang disampaikan oleh gurunya.
Sekarang saya kuliah lagi, mengambil jurusan Sastra Jepang, dan saat saya kuliah lagi di umur saya yang sekarang saya melihat hal baru. Saya baru sadar bahwa dosen yang mempunyai kemampuan menyampaikan dengan cara yang mudah untuk dimengerti itu ternyata SANGAT SEDIKIT jumlahnya! Dan yang saya perhatikan banyak dari mereka yang tidak peduli dengan cara mereka mengajar, dan yang saya perhatikan bahwa dosen-dosen yang punya kemampuan mengajar dengan baik adalah dosen-dosen yang terlihat senang di dalam mengajar.
Ketika mereka mengajar mereka terlihat bergairah dan terlihat menyenangkan, seperti misalnya kita lagi melakukan sesuatu yang kita senangi. Kalau kita melakukan sesuatu yang kita senangi tentunya kita akan melakukannya dengan hati yang senang yang kemudian hal ini akan terpancar di muka kita tentunya. Kita akan terlihat senang dan berseri-seri ketika melakukannya. Nah hal ini yang saya perhatikan ada di wajah para dosen yang memang punya kemampuan mengajar yang bagus.
Kalau ternyata dia belum mengerti juga, maka kemudian saya akan kembali berpikir lagi, apanya yang salah ya? Dan hal itu terus saya ulang dan saya ulang, hingga akhirnya saya bisa menemukan cara untuk membuat anak tersebut bisa mengerti. Dan menurut pengalaman saya, setiap murid itu cara belajarnya itu berbeda, tidak bisa disamaratakan, sementara kalau belajar di bangku kuliah atau belajar di sekolahan, kita cenderung disamaratakan, cara mengajarnya sama untuk setiap murid di dalam satu kelas.
Kalau di dalam satu kelas ada 30 orang, menurut saya itu juga sudah terlalu banyak untuk sang gurunya bisa memperhatikan satu per satu muridnya dengan baik. Sehingga hal ini akan mempersulit di dalam penyampaian dan membuat satu per satu murid bisa mengerti apa yang disampaikan oleh guru tersebut.
Saat itu saya berpikir, siapa saya? Sok-sokan mau ngajarin orang, tapi kemudian saya coba renungkan juga, ah cobain ah iseng. Kemudian saya berpikir dan melihat bahwa setiap saya mengupload video saya bermain drum itu ngga pernah lebih dari 100 views. Maka dari itu saya juga tidak berpikir banyak ketika saya mengupload video saya di dalam mengajarkan mengenai drum.
Saya upload dan kemudian saya tinggalkan tanpa pernah melihat lagi berapa viewnya. Dan saya biarkan selama 2 bulan, dan ketika saya lihat lagi, saya pun kaget! Lho? Ada 3ribu views?? Eh ini banyak yang nonton! Dan darisitu saya mulai tekuni mengajar drum melalui youtube, dan darisitu pula kemudian saya baru sadar bahwa mengajar itu adalah satu hal yang saya sukai.
Setelah saya mengajar setahun melalui youtube, saya mulai mendapatkan banyak testimonial yang kemudian coba saya skrinsutkan untuk membangun rasa percaya diri saya, karena saya orangnya bukan orang yang mudah untuk punya rasa percaya diri.
Kemudian saya kumpulkan skrinsutnya dan saya buat artikelnya, yang teman-teman bisa baca semua skrinsutan dari orang-orang yang sudah merasa terbantu dan suka dengan gaya pengajaran saya di TESTIMONIAL IMAN PRABAWA ini.
Dari skrinsut yang saya terima, saya baca, dan saya simpulkan bahwa mereka menyukai cara saya di dalam mengajar dan cara saya di dalam menyampaikan, karena menurut mereka saya bisa menyampaikan dengan cara yang mudah untuk dimengerti.
Sekarang pun kalau ada yang mau les drum dengan saya, saya biasanya bertanya kepada mereka, kenapa sih mereka ingin les drum dengan saya? Dan jawaban yang biasanya saya dapatkan adalah karena mereka suka cara saya di dalam mengajar. Menurut mereka cara saya di dalam mengajar itu mudah untuk mereka pahami dan mudah untuk mereka mengerti.
Tentunya hal ini menjadi pemacu untuk tempat les untuk selalu meningkatkan dirinya dan mencari cara yang menarik di dalam pengajaran agar mereka bisa menarik murid-murid yang banyak. Sementara kalau di kampus atau di sekolahan, yang saya perhatikan mereka para guru atau para dosennnya tidak terlalu memperhatikan hal tersebut, toh pasti anak muridnya harus belajar dengan mereka juga kan? Anak muridnya tidak punya pilihan lain.
Sehingga hal ini yang saya lihat menjadi kendala untuk kampus memperbaiki cara mengajarnya. Kalau muridnya jelek maka yang salah adalah muridnya, sementara kalau di tempat les kemungkinan cara berpikirnya kebalikannya. Saya sendiri selalu berpikir kalau muridnya tidak mengerti maka yang salah itu bukan muridnya melainkan saya! Sayanya yang salah di dalam menyampaikan sehingga murid saya tidak bisa mengerti apa yang saya sampaikan. Hal itu pula yang mendorong saya untuk terus berpikir dan mengembangkan cara pengajaran saya agar di kemudian hari bisa menjadi lebih baik dan lebih baik lagi, sehingga orang-orang yang belajar dengan saya tidak menemui kesulitan untuk memahami apa yang saya sampaikan dan juga bisa mencapai apa yang mereka kehendaki.
Sekarang karena saya fokusnya di bahasa, ke depannya saya akan mengajar bahasa Inggris dan bahasa Jepang, maka hal ini yang menjadi perhatian saya, gimana agar nantinya saya bisa menciptakan pengajaran bahasa Jepang dan pengajaran bahasa Inggris yang mudah untuk dimengerti oleh orang banyak.
Saya menemukan masih banyak celah sekali di dalam pengajaran bahasa Jepang. Karena kalau teman-teman yang sudah mulai belajar bahasa Jepang, saya sekarang mengalami kesulitan di dalam belajar bahasa Jepang dikarenakan kalau kita ingin belajar bahasa Jepang masih minim sekali buku-buku berbahasa Indonesia yang mengajarkan bahasa Jepang. Kalau kita lihat buku Minna No Nihongo yang digunakan oleh banyak kampus, kita pasti akan kesulitan sekali kalau punya buku tersebut tanpa ada terjemahan bahasa Indonesianya. Kenapa? Karena tulisannya tulisan Jepang (Hiragana, Katakana, Kanji) tanpa ada tulisan Indonesianya sama sekali. Terus mau belajar apaan kalau kita bacanya saja ngga bisa? Nah hal ini yang sekarang menjadi PR untuk saya bagaimana saya nantinya bisa mengajar bahasa Jepang dengan baik.
Saya rasa sekian dulu sharing dari saya mengenai seni di dalam mengajar. Ke depannya blog ini akan saya jadikan tempat curahan saya di dalam berpikir atau ketika saya memiliki suatu pemikiran atau ide atau apa pun. Semoga sharing saya bisa bermanfaat dan sampai ketemu lagi.
Baca juga:
Baca Juga
Kemampuan Mengajar Yang Baik Merupakan Bakat
Di video tersebut dia menjelaskan bahwa ternyata kemampuan seseorang di dalam mengajar dengan cara yang mudah untuk dimengerti dan dengan cara yang disukai oleh murid-muridnya merupakan sebuah bakat. Kita tidak pernah berpikir mengenai hal itu. Di video itu dia mencontohkan, kalau misalnya ada seorang anak umur 9 tahun yang bisa memainkan bola basket dan kemudian melakukan slam dunk dengan luar biasa, maka kita akan langsung mengatakan bahwa anak tersebut sangat berbakat di bidang olahraga.Atau begitu juga kalau kita melihat seorang anak umur 9 tahun yang bisa memainkan drum dengan luar biasa baik sekali seperti seorang master drummer, maka kita akan langsung mengecap bahwa anak tersebut berbakat.
Tapi kita tidak pernah mengecap seorang anak berbakat di dalam mengajar ketika anak tersebut di kelas, sanggup untuk menjelaskan ke anak-anak lain dengan cara yang mudah untuk dimengerti ketika anak-anak di kelas pada tidak mengerti dengan apa yang disampaikan oleh gurunya.
Ketika mereka mengajar mereka terlihat bergairah dan terlihat menyenangkan, seperti misalnya kita lagi melakukan sesuatu yang kita senangi. Kalau kita melakukan sesuatu yang kita senangi tentunya kita akan melakukannya dengan hati yang senang yang kemudian hal ini akan terpancar di muka kita tentunya. Kita akan terlihat senang dan berseri-seri ketika melakukannya. Nah hal ini yang saya perhatikan ada di wajah para dosen yang memang punya kemampuan mengajar yang bagus.
Seni Di Dalam Menyampaikan
Oleh karena itu Mike Johnston menyatakan di dalam videonya, bahwa mengajar itu merupakan seni. Dan saya benar-benar relate dengan apa yang disampaikan oleh Mike Johnston di dalam videonya tersebut karena apa yang dia lakukan ternyata selama ini juga saya lakukan tanpa saya sadari. Ketika saya mengajar drum, dan menemukan bahwa murid saya tidak bisa mengerti apa yang saya sampaikan, maka kemudian yang terjadi adalah hal tersebut menjadi hal yang saya pikirkan terus menerus. "Kenapa ya dia tidak bisa mengerti?? Apa yang salah ya dalam cara saya menyampaikan??", hal ini yang terus terngiang-ngiang di kepala saya, dan minggu berikutnya ketika dia les lagi dengan saya, maka saya mencoba cara baru di dalam menyampaikan agar murid saya tersebut bisa mengerti apa yang saya sampaikan.Kalau ternyata dia belum mengerti juga, maka kemudian saya akan kembali berpikir lagi, apanya yang salah ya? Dan hal itu terus saya ulang dan saya ulang, hingga akhirnya saya bisa menemukan cara untuk membuat anak tersebut bisa mengerti. Dan menurut pengalaman saya, setiap murid itu cara belajarnya itu berbeda, tidak bisa disamaratakan, sementara kalau belajar di bangku kuliah atau belajar di sekolahan, kita cenderung disamaratakan, cara mengajarnya sama untuk setiap murid di dalam satu kelas.
Kalau di dalam satu kelas ada 30 orang, menurut saya itu juga sudah terlalu banyak untuk sang gurunya bisa memperhatikan satu per satu muridnya dengan baik. Sehingga hal ini akan mempersulit di dalam penyampaian dan membuat satu per satu murid bisa mengerti apa yang disampaikan oleh guru tersebut.
Pengalaman Saya Mengajar
Pengalaman saya di dalam mengajar dimulai di dunia drum, dan mulai memasuki dunia youtube ketika ada salah satu teman saya yang berkata, "Man kenapa loe ngga ngajar lewat youtube aja? Loe buat video pengajaran tentang drum dan loe upload gih!".Saat itu saya berpikir, siapa saya? Sok-sokan mau ngajarin orang, tapi kemudian saya coba renungkan juga, ah cobain ah iseng. Kemudian saya berpikir dan melihat bahwa setiap saya mengupload video saya bermain drum itu ngga pernah lebih dari 100 views. Maka dari itu saya juga tidak berpikir banyak ketika saya mengupload video saya di dalam mengajarkan mengenai drum.
Saya upload dan kemudian saya tinggalkan tanpa pernah melihat lagi berapa viewnya. Dan saya biarkan selama 2 bulan, dan ketika saya lihat lagi, saya pun kaget! Lho? Ada 3ribu views?? Eh ini banyak yang nonton! Dan darisitu saya mulai tekuni mengajar drum melalui youtube, dan darisitu pula kemudian saya baru sadar bahwa mengajar itu adalah satu hal yang saya sukai.
Setelah saya mengajar setahun melalui youtube, saya mulai mendapatkan banyak testimonial yang kemudian coba saya skrinsutkan untuk membangun rasa percaya diri saya, karena saya orangnya bukan orang yang mudah untuk punya rasa percaya diri.
Kemudian saya kumpulkan skrinsutnya dan saya buat artikelnya, yang teman-teman bisa baca semua skrinsutan dari orang-orang yang sudah merasa terbantu dan suka dengan gaya pengajaran saya di TESTIMONIAL IMAN PRABAWA ini.
Dari skrinsut yang saya terima, saya baca, dan saya simpulkan bahwa mereka menyukai cara saya di dalam mengajar dan cara saya di dalam menyampaikan, karena menurut mereka saya bisa menyampaikan dengan cara yang mudah untuk dimengerti.
Sekarang pun kalau ada yang mau les drum dengan saya, saya biasanya bertanya kepada mereka, kenapa sih mereka ingin les drum dengan saya? Dan jawaban yang biasanya saya dapatkan adalah karena mereka suka cara saya di dalam mengajar. Menurut mereka cara saya di dalam mengajar itu mudah untuk mereka pahami dan mudah untuk mereka mengerti.
Beda Pengajaran Di Kampus Dengan Di Tempat Les
Saya pun kemudian mulai berpikir dan mulai mengamati, ternyata memang ada perbedaan pengajaran antara di kampus, atau di sekolahan dengan pengajaran di tempat les. Di kampus memang kalau secara silabus lebih terstruktur yang saya rasakan, kampus punya kelebihan yang lebih detail di dalam silabusnya yang saya rasakan, tapi kemudian saya melihat kalau di tempat les yang jadi raja itu adalah sang murid, dimana kalau muridnya suka dengan gaya pengajaran di tempat les tersebut maka mereka baru akan mau mengeluarkan uangnya. Kalau mereka ternyata ngga suka, ya mereka sudah keluar begitu saja.Tentunya hal ini menjadi pemacu untuk tempat les untuk selalu meningkatkan dirinya dan mencari cara yang menarik di dalam pengajaran agar mereka bisa menarik murid-murid yang banyak. Sementara kalau di kampus atau di sekolahan, yang saya perhatikan mereka para guru atau para dosennnya tidak terlalu memperhatikan hal tersebut, toh pasti anak muridnya harus belajar dengan mereka juga kan? Anak muridnya tidak punya pilihan lain.
Sehingga hal ini yang saya lihat menjadi kendala untuk kampus memperbaiki cara mengajarnya. Kalau muridnya jelek maka yang salah adalah muridnya, sementara kalau di tempat les kemungkinan cara berpikirnya kebalikannya. Saya sendiri selalu berpikir kalau muridnya tidak mengerti maka yang salah itu bukan muridnya melainkan saya! Sayanya yang salah di dalam menyampaikan sehingga murid saya tidak bisa mengerti apa yang saya sampaikan. Hal itu pula yang mendorong saya untuk terus berpikir dan mengembangkan cara pengajaran saya agar di kemudian hari bisa menjadi lebih baik dan lebih baik lagi, sehingga orang-orang yang belajar dengan saya tidak menemui kesulitan untuk memahami apa yang saya sampaikan dan juga bisa mencapai apa yang mereka kehendaki.
Sekarang karena saya fokusnya di bahasa, ke depannya saya akan mengajar bahasa Inggris dan bahasa Jepang, maka hal ini yang menjadi perhatian saya, gimana agar nantinya saya bisa menciptakan pengajaran bahasa Jepang dan pengajaran bahasa Inggris yang mudah untuk dimengerti oleh orang banyak.
Saya menemukan masih banyak celah sekali di dalam pengajaran bahasa Jepang. Karena kalau teman-teman yang sudah mulai belajar bahasa Jepang, saya sekarang mengalami kesulitan di dalam belajar bahasa Jepang dikarenakan kalau kita ingin belajar bahasa Jepang masih minim sekali buku-buku berbahasa Indonesia yang mengajarkan bahasa Jepang. Kalau kita lihat buku Minna No Nihongo yang digunakan oleh banyak kampus, kita pasti akan kesulitan sekali kalau punya buku tersebut tanpa ada terjemahan bahasa Indonesianya. Kenapa? Karena tulisannya tulisan Jepang (Hiragana, Katakana, Kanji) tanpa ada tulisan Indonesianya sama sekali. Terus mau belajar apaan kalau kita bacanya saja ngga bisa? Nah hal ini yang sekarang menjadi PR untuk saya bagaimana saya nantinya bisa mengajar bahasa Jepang dengan baik.
Saya rasa sekian dulu sharing dari saya mengenai seni di dalam mengajar. Ke depannya blog ini akan saya jadikan tempat curahan saya di dalam berpikir atau ketika saya memiliki suatu pemikiran atau ide atau apa pun. Semoga sharing saya bisa bermanfaat dan sampai ketemu lagi.
Baca juga:
- Belajar Bahasa Inggris Lewat Film
- Tips Merekam Audio Untuk Podcast
- Cara Belajar Bahasa Inggris Dengan Baik
0 Response to "Seni Di Dalam Mengajar"
Post a Comment